Jumat, 24 Oktober 2014

Pengenalan dan Etika Japamala

I Dewa Gede Bagus

JAPA = mengulang-ulang kata suci atau bertuah atau mantra. Mengulang tersebut dilakukan hanya dalam ingatan (mental) yang disebut manasika japa, dengan berbisik disebut upamsu japa, dengan bersuara yang terdengar maupun keras disebut wacika japa, dan ada juga dilakukan dengan gerakan atau tulisan/gambar.

MALA = rangkaian biji-bijian, batu, permata, mutiara, mute, merjan, spatika, atau butiran yang terbuat dari keramik, gelas, akar lalang, kayu, seperti kayu tulasi tulsi) dan cendana. Kata mala juga padanan kata tasbih dan rosary. Tasbih yang utama adalah tasbih yang terbuat dari rangkaian biji buah rudraksa.

RUDRAKSA= rudra berarti Siwa dan aksa berarti mata, sehingga arti keseluruhannya berarti mata Siwa, yang sejalan dengan mitologinya bahwa di suatu saat air mata Siwa menitik, kemudian tumbuh menjadi pohon rudraksa menyebar di Negeri Bharatawarsa dan sekitarnya, Malaysia bahkan sampai ke Bumi Nusantara, yang popular dengan nama GANITRI atau GENITRI. Dalam bahasa latinnya disebut ELAEOCARPUS GANITRUS. Ada tiga macam jenis ganitri dan 4 jenis agak berlainan yang dinamai KATULAMPA.

RUDRAKSA = adalah buah kesayangan Siwa dan dianggap tinggi kesuciannya. Oleh karena itu rudraksa dipercaya dapat membersihkan dosa dengan melihatnya, bersentuhan, maupun dengan memakainya sebagai sarana japa (Siva Purana). Sebagai sarana japa atau dapat dipakai oleh seluruh lapisan umat atau oleh ke-empat warna umat, maupun oleh pria atau wanita tua ataupun muda.

Selain pengaruh spiritual/religius tersebut, kepada pemakai rudraksa juga dapat memberikan efek biomedis dan bio-elektomagnetis (energi), secara umum dapat dikatakan dapat memberi efek kesehatan, kesegaran maupun kebugaran. Hal ini terungkap dari buku tentang penyhelidikan secara mendalam terhadap keistimewaan rudraksa tersebut di India.

Untuk mendapat daya-guna sampai maksimal, tentu harus memenuhi etika dan syarat, apalagi untuk memperoleh manfaat-manfaat khusus, berkenaan dengan sifat-sifat tertentu yang dimiliki rudraksa sesuai dengan bentuk, rupa serta jumlah mukhi (juringan)-nya. Secara umum dapat disebutkan bahwa rudraksa harus tidak dipakai/dibawa ke WC, melayat, turut kepemakaman/crematorium, dan tidak dalam keadaan cuntaka (sebel), maupun sebel pada diri wanita. Sebelum dimanfaatkan sebaiknya tasbih genitri itu dipersembahkan di pura, kemudian dimohonkan keampuhannya denagan diperciki tirtha, yang berarti pemakaiannya melalui prosedur ritual. Hal itu ditempuh karena ber-japa dengan tasbih genitri bukan sekedar untuk menghitung-hitung, memakai rangkaian japa-mala rudraksa juga bukan sekedar asesori atau sebagai atribut status quo. Dengan ritual itu ingin dicapai kemantapan bathin yang berdimensi magis, dan memperlakukan japa-mala-rudraksa itu sebagai sarana sakral, di samping untuk kesehatan.

Yang dimaksud dengan etika berjapa, adalah termasuk hal-hal yang akan disebutkan berikut ini. Selama berjapa jagalah jangan sampai bagian bawah tangkainya terkulai begitu saja, apalagi sampai menyentuh tanah. Untuk itu perlu tangan kanan yang meniti butir genitri terangkat setinggi ulu hati dan bagian yang terjuntai ditadah dengan telapak tangan kiri. Ada juga dianjurkan, agar selama berjapa rangkaian rudraksa itu diperlakukan tertutup, bahkan diperlakukan dalam kantung khusus.

Melakukan japa dengan tasbih genitri sebaiknya dengan sikap bathin yang tenang, serta terpusatkan pada tujuan mantra, selagi ibu jari tangan kanan menggerakkan mala dibantu jari tengah dan satu persatu biji rudraksa itu akan melangkahi bagian ujung jari manis.


Jari telunjung maupun jari kelingking tidak diberikan tugas dan tidak menyentuh biji rudraksa.


Mala yang terdiri dari 108 biji rudraksa diuntai dengan benang katun/kapas, memiliki puncak yang diberi nama MERU . Rangkaian Japamala rudraksa ada juga diuntai dengan kawat, bahkan deberi berbagai variasi seperti emas, perak, tembaga, manik-manik yang berwarna-warni sesuai dengan “warna” pemakainya.


Melakukan japa mulai dari mala pertama di bawah Meru............. dan terus berakhir pada mala yang ke 108(terakhir). Kalau hendak melanjutkan lagi, maka mala yang terakhir tadi dianggap yang pertama digerakkan kembali (balik) arah, pantang melewati/menyebrangi Meru. Demikianlah berulang-ulang bolak-balik sampai mencapai jumlah yang dikehendaki.


MANTRA UNTUK BERJAPA


Kebiasaan berjapa dengan mala atau tasbih bagi umat Hindu di Indonesia nyaris tak dikenal, kecuali dikenal hanya dikalangan sulinggih yang memakainya sebagai pelengkap atribut dalam berpuja. Bahkan dikalangan beberapa generasi Hindu. Jika melihat umat agama lain sedang berjapa dengan mala/tasbih, tidak merasakan bahwa berjapa itu merupakan tradisi miliknya juga. Barulah pada penghujung abad XX ini, umat Hindu Indonesia melebarkan cakrawalanya terutama ke pusat kelahiran agama Hindu, dapat memungut kembali butir-butir Japa-mala yang sudah lama tercecer untuk dimanfaatkan kembali. Tidaklah berlebihan disebutkan di sini, bahwa kini sudah saatnya umat Hindu mengambil manfaat ber-japa dengan mala terutama yang terbuat dari rudraksa atau genitri.

MANTRA adalah kata suci atau bertuah yang dapat memberi pengaruh atau getaran yang bersifat magis, apabila disebutkan maupun dijapakan, baik secara ingatan (mansika), berbisik (upamsu), maupun dengan ucapan (wacika). Kata ataupun kata-kata bertuah itu antara lain:


BIJA AKSARA = Yang disebut juga BIJA MANTRA, adalah huruf,atau suku kata, ataupun unsur suku kata itu sendiri yang tak terpisahkan dari tuahnya yang bergetar abadi


NAMA-NAMA TUHAN= Bukan Tuhannya yang banyak. Tuhan hanya satu, tiada duan-Nya, Melainkan Brahman para cendekia yang bijaksana menyebut dengan berbagai nama.


PUJA TAWA = yang juga memiliki “nilai” mantra.


MANTRA-MANTRA:

Dengan memperbandingkan Bija aksara yang kita sudah dikenal dari dulu di Indoenesia dengan Bija mantra yang tersebut dalam buku-buku terbitan India boleh jadi Bija aksara itu juga bisa dipakai untuk mantra-mantra dalam ber-japa- mala.Yang jelas adalah Pranawa OM, Ongkara itu sendiri sebagai Udgita, disamping yang lain-lain seperti: dwi aksara/rwa bhineda, tri aksara, panca aksara, dasa aksara, dasa aksara-bayu dan bija aksara lain yang menjadi pegangan para Husadawan. Ketidak tegasan ini tentu akibat dari pada “tidak” atau “belum” terbiasanya umat Hindu di Indonesia ber-japa-mala.


Tanpa bermaksud meremehkan diri, baiklah kita kutipkan beberapa mantra dari buku-buku terbitan India.


  1. OM : Tuhan itu sendiri, merupakan sumber serta asal muasal yang ada, sehingga wajib kita mendekatkan diri kepadaNya, sembah sujud kepadaNYa dengan berserah diri sepenuhnya ....... dstnya.
  2. KSHRAUM : bija mantra Narasimha (Narasinga) untuk mengusir, rasa takut dan cemas
  3. AIM (ENG) : bija mantra Saraswati, sebagai perkenan/restu bagi remaja putra-putri agar pandai dalam berbagai cabang pelajaran.
  4. SHRI(SRI):bija mantra Dewi Laksmi (Laksmi), yang di Indonesia dikenal dengan nama Dewi Sri Mantra ini di-japa-kan seseorang untuk menuju kemakmuran dan kesenangan.
  5. HRIM : bija mantra Bhuwana-ishwari, atau disebut juga mantra Maya.Kegunaannya diterangkan dalam Dewi Bhagwatma, bahwasanya seseorang bisa menjadi pemimpin dan mendapatkan seluruh yang diinginkan.
  6. KLIM : bija mantra Raja Kama atau Dewa Kama untuk pemenuhan kemauan seseorang.
  7. KRIM :Bija mantra Dewi Kali atau Durga untuk menghancurkan musuh dan memberikan kebahagiaan.
  8. DUM : Bija mantra Durga, marupakan ibunya cosmos untuk mendapatkan perlindungan dari padaNya, serta memberikan apa saja yang diinginkan manusia.
  9. GAM, GLAUM/GAM GLAUM : Bija mantra Ganesha untuk menyingkirkan rintangan serta mengembangkan sukses. Ga berarti Ganesha, La berarti sesuatu yang dapat meresap dan Au berarti cerdas atau daya pikir yang cemerlang.
  10. LAM : Bija mantra Pertiwi (Pritvi), sebagai pertolongan yang menjamin hasil panen baik.
  11. YAM : Bija mantra Bayu (Vayu), untuk mejamin hujan.



Masih banyak lagi bija mantra yang lain, terutama yang bersifat khusus, namun yang disajikan di atas sudah memadai, apalagi ditambah nama-nama Tuhan beserta ista dewata, awatara, maupun puja stawa, antara lain:


OM SRI MAHA GANAPATAYE NAMAH; OM NAMAH SIWAYA; OM NAMO NARAYANAYA; HARI OM; HARI OM TAT SAT; OM SRI HANUMAN NAMAH; OM SRI SARASWATYE NAMAH (OM SRI SARASWATYAI NAMAH) ; OM SRI DURGAYAI NAMAH; OM SRI LAKSHMYAI NAMAH; OM SO HAM; OM AHAM BRAHMANASMI; OM TAT TWAM ASI; OM HARE RAMA HARE RAMA RAMA RAMA HARE HARE; HARE KRISHNA HARE KRISHNA KRISHNA KRISHNA HARE HARE; OM SRI RAMA; JAYA RAMA; JAYA JAYA RAMA.


Puja Gayatri atau Sawitri juga dapat di-japa-kan dengan sangat populer dan mahautama. Demikian juga Mahamertyunjaya.


MANTRA MAHA-MRITYUNJAYA

OM TRYAMBAKAM YAJAMAHE SUGANDHIM PUSHTIVARDHANAM;URVAARUKAMIVA BANDHANAAN MRITYORMUKSHEEYA MAAMRITAAT.


Penjelasan:

Mantra Maha-Mertyunjaya (Mrityunjaya) adalah mantra untuk pang-hurip-an (anuggrah jiwa-kehidupan). Pada saat-saat kehidupan sangat komplek dewasa ini, kecelakaan karena gigitan ular, sambar petir, kecelakaan kendaraan ber-motor/sepeda, kebakaran, kecelakaan di air dan udara dan lain-lainnya.


Disamping itu, mantra tersebut mempunyai daya perlindungan yang besar, penyakit-penyakit yang dinyatakan tak tertangani secara medis (dokter), dapat diobati dengan mantra ini, apabila mantra di-uncar-kan (disebutkan secara manasika, upamsu maupun vacika) dengan sungguh-sungguh, jujur dan taat. Mantra tersebut merupakan senjata melawan penyakit-penyakit serta menaklukan kematian.


Mantra Mrityunjaya adalah juga mantra- moksha, mantra-Nya Siwa. Selain memberi berkah mohksha, mantra itu juga memberi berkah kesehatan (Arogya), panjang umur (Dirgha Yusa), kedamaian (shanty), kekayaan (Aiswarya), kemakmuran (Pushti), dan memuaskan (Tushti)


Pada saat ulang tahun mantra ini di-japa-kan sebanyak 100 ribu kali atau paling tidak 50.000 kali, haturkan makanan kepada orang-orang miskin dan orang sakit, akan mendapat berkah seperti tersebut di atas.



sumber: mailing list HDnet (IMW Yasa)

Meditasi dengan Gayatri Mantra

I Dewa Gede Bagus
Gaya hidup cobalah diisi dengan kekuatan konsentrasi penuh dengan perenungan diri dan disertai dengan Gayatri mantra (meditasi). Dan cobalah beberapa tips meditasi ini, dan praktekan. Dan lakukan dengan penuh keyakinan, dan niat suci. Berikut beberapa hal yang perlu di lakukan, bila hidup secara rohani ingin ada kemajuan, guna terhindar dari sakit-saktian.



Sudah dikatakan Gayatri  mantram mempunyai vibrasi sangat kuat terhadap otak dan batin asalkan tahu bagaimana cara menggunakan mantra tersebut. Meditasi pada hakekatnya berhubungan dengan pikiran, kesadaran, serta spirit dan sangat dibutuhkan guru yang khusus. Apabila anda ingin menjadikan Gayatri Mantra sebagai bagian dari meditasi anda harus melakukan puasa putih (tanpa garam,dan tidak minum susu) selama dua hari untuk memohon berkat kepada Maha Dewi.Lakukan puasa mulai hari Rabu (pagi) sampai Jumat (pagi) hanya makan nasi putih dan air putih saja dan lakukan puja Gayatri setiap pagi menghadap matahari terbit, siang hari, dan malam hari. Dalam mengucapkan Gayatri Mantra enam kali untuk pagi hari, emat kali untuk siang hari, dan dua puluh sembilan kali untuk malam hari.

Lakukan puasa dan puja Gayatri dengan ketulusan hati jangan memohon suatu daya-daya sakti tertentu sebab belum tentu keinginan Anda akan terpenuhi. Setelah melakukan puasa dan puja Gayatri selama dua hari barulah Anda diperkenankan untuk melakukan meditasi terhadap Gayatri mantra sebab api spirit Anda sudah menyala.

Dalam penjelasannya puasa putih ini dapat dilakukan sehari saja tapi harus  Senin pagi hingga Selasa pagi. 

TEORI MEDITASI
Sebelum meditasi cucilah muka, tangan, serta kaki, atau anda mandi untuk membersihkan badan dari kotoran sekaligus membuat badan  menjadi segar. Duduklah dengan memakai alas dari tikar, kain, atau selimut, posisi punggung tegak lurus dan tangan diletakkan dipangkuan dalam posisi rilek. Pejamkan mata, serta tenangkan pikiran beberapa detik, setelah itu ucapkan mantra “OM Bhur, OM Bhuvah, OM Svah” ucapkan dengan suara lambat serta santai jangan tergesa-gesa sebanyak lima kali, bertujuan untuk membersihkan lapisan pikiran.

Pada saat mengucapkan mantra ini arahkan pikiran pada mantra dan suara bukan pada bayangan pikiran. Setelah baca mantra selesai tutuplah mulut serta tenangkan pikiran lalu ucapkan Gayatri Mantram


“OM Bhur, Bhuvah, Svah, tat savitur varenyam, bhargo devasya dimahi, dhiyo yo nah pracodayat” dengan lambat dan tenang di dalam hati. Arahkan pikiran serta getaran sura mantra pada jantung, anda cukup meniatkan saja bukan membayangkan.  

Meditasi dengan Gayatri mantram sangat efektif untuk berbagai macam keperluan seperti melindungi diri dari energy negative, kecantikan, kekuatan batin, kecerdasan dan lain-lain. Kekuatan Gayatri Mantra tidak bisa berfungsi apabila disertai niat kurang baik. Meditasi Gayatri Mantra apabila dilakukan dengan baik serta tulus akan banyak muncul keajaiban-keajaibanyang tidak bisa kita sangka.

Energi Gayatri masuk dari ubun-ubun melalui tulang belakang serta menyebar keseluruh tubuh fisik, tubuh energy, dan atma. Banyak guru-guru suci yang tercerahkan mengatakan “pencerahan akan kalian dapatkan pada Gayatri mantra. Pada zaman kali yuga ini tiada yang mampu melepaskan lapisan kekotoran pikiran selain getaran halus dari Gayatri Mantra.

TIPS
Apabila Anda merasa ada sakit yang disebabkan oleh niat jahat seseorang, dan kalau percaya dengan hal ini Anda bisa menggunakan cara berikut ini. Sediakan air bersih, higienis, untuk diminum lalu jemurlah air tersebut pada cahaya matahari serta cahaya bulan di malam hari. Setelah air tersebut dijemur oleh kedua unsure cahaya tersebut berdoalah pada Tuhan sambil membaca Gayatri Mantram 11 kali, setiap habis membaca Gayatri mantram tiupkan nafas anda pada air tersebut. Air tersebut bisa diminum atau dipakai campuran obat, mandi dan lain-lainnya. Dengan kekuatan ini segala macam bentuk energy jahat dari seseorang akan hancur oleh kekuatan dari mantra tersebut. Ada banyak lagi cara-cara yang bisa dijadikan renungan, betapa Gayatri Mantra mampu untuk menghadapi dilema dalam hidup ini.

Sumber : Puragunungsalak

Kamis, 09 Oktober 2014

Urutan Penjapaan Mohon Pemberkatan Dewa Ganesha, Dewi Durga, Dewa Shiva

I Dewa Gede Bagus
Tahap 1 : Mohon pemberkatan Dewa Ganesha

Sebelum melakukan pemujaan Dewa Shiva, selalu kita dahului dengan puja Dewa Ganesha [Sanghyang Btara Ganapati]. Karena Dewa Ganesha adalah pembuka jalan menuju Dewa Shiva. Dan menjapakan mantra Ganesha memiliki manfaat untuk membantu melenyapkan segala rintangan dan memperoleh kesuksesan. Ini agar sadhana yang kita lakukan memperoleh keberhasilan.

1. Kalau kita menjapa dengan japa-mala, pegang dan posisikan japa mala di dada. Kalau tanpa japa-mala bentuk mudra untuk pemujaan Ganesha. Kedua telapak tangan menyatu rapat disaling-silangkan. Kedua ujung ibu jari mengacung keatas. Mudra ini diposisikan di tengah dada [chakra jantung].

Foto kiri  : menjapa dengan japa mala. Foto kanan : menjapa dengan mudra.

2. Pejamkan mata dan lakukan mantrarthabhavana [konsentrasi melakukan visualisasi atau membentuk bayangan mental] kehadiran Dewa Ganesha.

Dewa Ganesha

4. Japakan mantra puja Ganesha : “Om Gum Gam Ganapatyai Namaha. Kalau menggunakan japa-mala lakukan sebanyak 1 putaran  [108 kali]. Kalau tanpa japa-mala, tapi memakai mudra, japakan sebanyak-banyak yang kita rasa cukup [pakai intuisi] dan minimal sebanyak 21 kali. Sambil terus melakukan visualisasi kehadiran beliau.

Tahap 2 : Mohon pemberkatan Dewi Durga

Akan baik kalau sadhana ini juga kita dahului dengan puja Dewi Durga [Sanghyang Btari Durga], sebagai shakti Beliau.

1. Kalau kita menjapa dengan japa-mala, pegang dan posisikan japa mala di dada. Kalau tanpa japa-mala bentuk mudra untuk pemujaan Durga. Jari tengah dan jari manis menumpuk, tangan kiri diatas. Ujung-ujung ibu jari, telunjuk dan kelingking bertemu. Ujung-ujung ibu jari mengarah dan menempel ke tengah dada [chakra jantung], sedangkan ujung-ujung telunjuk dan kelingking mengarah keluar.

Foto kiri  : menjapa dengan japa mala. Foto kanan :menjapa dengan mudra.

2. Pejamkan mata dan lakukan mantrarthabhavana [konsentrasi melakukan visualisasi atau membentuk bayangan mental] kehadiran Dewi Durga.

Dewi Durga

4. Japakan mantra puja Durga : “Om Dum Durgayai Namaha. Kalau menggunakan japa-mala lakukan sebanyak 1 putaran  [108 kali]. Kalau tanpa japa-mala, tapi memakai mudra, japakan sebanyak-banyak yang kita rasa cukup [pakai intuisi] dan minimal sebanyak 21 kali. Sambil terus melakukan visualisasi kehadiran beliau.

Catatan   Bila anda menginginkan menambahkan melakukan pemujaan Ista Dewata lainnya, seperti misalnya Dewi Gayatri [Gayatri Maha-Mantra], Dewi Sarasvati [Om Aim Sarasvatyai Namaha], dsb-nya, anda bisa melakukannya di sela-sela pemujaan Dewi Durga dan Dewa Shiva ini.

Tahap 3 : Sadhana Pemujaan Dewa Shiva

1. Kalau kita menjapa dengan japa-mala, pegang dan posisikan japa mala di dada. Japa-mala terbaik dan paling tepat untuk memuja Dewa Shiva adalah menggunakan japa-mala dari biji rudraksha [genitri]. Kalau tanpa japa-mala bentuk mudra Shiva Linggam. Telapak tangan kiri terbuka keatas. Diatasnya telapak tangan kanan menggenggam dengan ibu jari mengacung keatas. Mudra ini diposisikan dengan genggaman tangan kanan tepat di tengah dada [chakra jantung].

Foto kiri  : menjapa dengan japa mala. Foto kanan :menjapa dengan mudra.

2. Pejamkan mata dan lakukan mantrarthabhavana [konsentrasi melakukan visualisasi atau membentuk bayangan mental] kehadiran Dewa Shiva.

Dewa Shiva

4. Japakan mantra puja Shiva : “Om Namah Shivaya”. Kalau menggunakan japa-mala lakukan sebanyak-banyaknya putaran japa mala yang kita mampu. Kalau tanpa japa-mala, tapi memakai mudra, juga japakan sebanyak-banyaknya. Sambil terus melakukan visualisasi kehadiran beliau.

Semoga Sanghyang Btara Shiwa memberkati kita semua.

Om Rahayu

Sumber : http://www.spiritual-bali.hol.es/

Kamis, 25 September 2014

Kisah Kelahiran dan Kematian Bhisma

I Dewa Gede Bagus
Bisma (Sanskerta: भीष्म, Bhīshma) terlahir sebagai Dewabrata (Sanskerta: देवव्रत, Dévavrata), adalah salah satu tokoh utama dalam wiracarita Mahabharata. Ia merupakan putera dari pasangan Prabu Santanu dan Dewi Gangga. Ia juga merupakan kakek dari Pandawa maupun Korawa. Semasa muda ia bernama Dewabrata, namun berganti menjadi Bisma semenjak ia bersumpah bahwa tidak akan menikah seumur hidup.


Bisma ahli dalam segala modus peperangan dan sangat disegani oleh Pandawa dan Korawa. Ia gugur dalam sebuah pertempuran besar di Kurukshetra oleh panah dahsyat yang dilepaskan oleh Srikandi dengan bantuan Arjuna. namun ia tidak meninggal pada saat itu juga. Ia sempat hidup selama beberapa hari dan menyaksikan kehancuran para Korawa. Ia menghembuskan napas terkahirnya saat garis balik matahari berada di utara (Uttarayana).

Nama Bhishma dalam bahasa Sanskerta berarti "Dia yang sumpahnya dahsyat (hebat)", karena ia bersumpah akan hidup membujang selamanya dan tidak mewarisi tahta kerajaannya. Nama Dewabrata diganti menjadi Bisma karena ia melakukan bhishan pratigya, yaitu sumpah untuk membujang selamanya dan tidak akan mewarisi tahta ayahnya. Hal itu dikarenakan Bisma tidak ingin dia dan keturunannya berselisih dengan keturunan Satyawati, ibu tirinya.

Bisma merupakan penjelmaan salah satu Delapan Wasu yang berinkarnasi sebagai manusia yang lahir dari pasangan Dewi Gangga dan Prabu Santanu. Menurut kitab Adiparwa, Delapan Wasu menjelma menjadi manusia karena dikutuk atas perbuatannya yang telah mencuri lembu sakti milik Resi Wasistha. Dalam perjalanannya menuju bumi, mereka bertemu dengan Dewi Gangga yang juga mau turun ke dunia untuk menjadi istri putera Raja Pratipa, yaitu Santanu.

Delapan Wasu kemudian membuat kesepakatan dengan Dewi Gangga bahwa mereka akan menjelma sebagai delapan putera Prabu Santanu dan dilahirkan oleh Dewi Gangga. Bisma merupakan penjelmaan Wasu yang bernama Prabhata.

Sementara tujuh kakaknya yang telah lahir meninggal karena ditenggelamkan ke sungai Gangga oleh ibu mereka sendiri, Bisma berhasil selamat karena perbuatan ibunya dicegah oleh ayahnya. Kemudian, sang ibu membawa Bisma yang masih bayi ke surga, meninggalkan Prabu Santanu sendirian.

Setelah 36 tahun kemudian, Sang Prabu menemukan puteranya secara tidak sengaja di hilir sungai Gangga. Dewi Gangga kemudian menyerahkan anak tersebut kepada Sang Prabu, dan memberinya nama Dewabrata. Dewabrata kemudian menjadi pangeran yang cerdas dan gagah, dan dicalonkan sebagai pewaris kerajaan.

Namun karena janjinya terhadap Sang Dasapati, ayah Satyawati (ibu tirinya), ia rela untuk tidak mewarisi tahta serta tidak menikah seumur hidup agar kelak keturunannya tidak memperebutkan tahta kerajaan dengan keturunan Satyawati. Karena ketulusannya tersebut, ia diberi nama Bisma dan dianugerahi agar mampu bersahabat dengan Sang Dewa Waktu sehingga ia bisa menentukan waktu kematiannya sendiri.

Bisma memiliki dua adik tiri dari ibu tirinya yang bernama Satyawati. Mereka bernama Citrānggada dan Wicitrawirya. Demi kebahagiaan adik-adiknya, ia pergi ke Kerajaan Kasi dan memenangkan sayembara sehingga berhasil membawa pulang tiga orang puteri bernama Amba, Ambika, dan Ambalika, untuk dinikahkan kepada adik-adiknya. Karena Citrānggada wafat, maka Ambika dan Ambalika menikah dengan Wicitrawirya sedangkan Amba mencintai Bisma namun Bisma menolak cintanya karena terikat oleh sumpah bahwa ia tidak akan kawin seumur hidup.

Demi usaha untuk menjauhkan Amba dari dirinya, tanpa sengaja ia menembakkan panah menembus dada Amba. Atas kematian itu, Bisma diberitahu bahwa kelak Amba bereinkarnasi menjadi seorang pangeran yang memiliki sifat kewanitaan, yaitu putera Raja Drupada yang bernama Srikandi. Kelak kematiannya juga berada di tangan Srikandi yang membantu Arjuna dalam pertempuran akbar di Kurukshetra.

Bisma mempelajari ilmu politik dari Brihaspati (guru para Dewa), ilmu Veda dan Vedangga dari Resi Wasistha, dan ilmu perang dari Parasurama (Ramaparasu; Rama Bargawa), seorang ksatria legendaris sekaligus salah satu Chiranjīwin yang hidup abadi sejak zaman Treta Yuga. Dengan berguru kepadanya Bisma mahir dalam menggunakan segala jenis senjata dan karena kepandaiannya tersebut ia ditakuti oleh segala lawannya.

Bisma berhenti belajar kepada Parasurama karena perdebatan mereka di asrama tentang masalah Amba. Pada saat itu dengan sengaja Bisma mendorong Parasurama sampai terjatuh, dan semenjak itu Parasurama bersumpah untuk tidak lagi menerima murid dari kasta Kshatriya karena membuat susah.

Di lingkungan keraton Hastinapura, Bisma sangat dihormati oleh anak-cucunya. Tidak hanya karena ia tua, namun juga karena kemahirannya dalam bidang militer dan peperangan. Dalam setiap pertempuran, pastilah ia selalu menang karena sudah sangat berpengalaman. Yudistira juga pernah mengatakan, bahwa tidak ada yang sanggup menaklukkan Bisma dalam pertempuran, bahkan apabila laskar Dewa dan laskar Asura menggabungkan kekuatan dan dipimpin oleh Indra, Sang Dewa Perang.

Bisma sangat dicintai oleh Pandawa maupun Korawa. Mereka menghormatinya sebagai seorang kakek sekaligus kepala keluarga yang bijaksana. Kadangkala Pandawa menganggap Bisma sebagai ayah mereka (Pandu), yang sebenarnya telah wafat.

Saat perang antara Pandawa dan Korawa meletus, Bisma berada di pihak Korawa. Sesaat sebelum pertempuran, ia berkata kepada Yudistira bahwa dirinya telah diperbudak oleh kekayaan, dan dengan kekayaannya Korawa mengikat Bisma. Meskipun demikian, karena Yudistira telah melakukan penghormatan sebelum pertempuran, maka Bisma merestui Yudistira dan berdoa agar kemenangan berada di pihak Pandawa, meskipun Bisma sangat sulit untuk ditaklukkan.

Bisma juga pernah berkata kepada Duryodana, bahwa meski dirinya (Bisma) memihak Korawa, kemenangan sudah pasti berada di pihak Pandawa karena Kresna berada di sana, dan dimanapun ada Kresna maka di sanalah terdapat kebenaran serta keberuntungan dan dimanapun ada Arjuna, di sanalah terdapat kejayaan.

Dalam pertempuran akbar di dataran keramat Kurukshetra, Bisma bertarung dengan dahsyat. Prajurit dan ksatria yang melawannya pasti binasa atau mengalami luka berat. Dalam kitab Bismaparwa dikatakan bahwa di dunia ini para ksatria sulit menandingi kekuatannya dan tidak ada yang mampu melawannya selain Arjuna – ksatria berpanah yang terkemuka – dan Kresna – penjelmaan Wisnu.

Meskipun Arjuna mendapatkan kesempatan untuk melawan Bisma, namun ia sering bertarung dengan setengah hati, mengingat bahwa Bisma adalah kakek kandungnya sendiri. Hal yang sama juga dirasakan oleh Bisma, yang masih sayang dengan Arjuna, cucu yang sangat dicintainya.


Kresna yang menjadi kusir kereta Arjuna dalam peperangan, menjadi marah dengan sikap Arjuna yang masih segan untuk menghabisi nyawa Bisma, dan ia nekat untuk menghabisi nyawa Bisma dengan tangannya sendiri. Dengan mata yang menyorot tajam memancarkan kemarahan, ia memutar-mutar Chakra di atas tangannya dan memusatkan perhatian untuk membidik leher Bisma. Bisma tidak menghindar, namun justru bahagia jika gugur di tangan Madhawa (Kresna). Melihat hal itu, Arjuna menyusul Kresna dan berusaha menarik kaki Kresna untuk menghentikan langkahnya.

Dengan sedih dan suara tersendat-sendat, Arjuna berkata, "O Kesawa (Kresna), janganlah paduka memalsukan kata-kata yang telah paduka ucapkan sebelumnya! Paduka telah mengucapkan janji bahwa tidak akan ikut berperang. O Madhawa (Kresna), apabila paduka melanjutkan niat paduka, orang-orang akan mengatakan bahwa paduka pembohong. Semua penderitaan akibat perang ini, hambalah yang harus menanggungnya! Hambalah yang akan membunuh kakek yang terhormat itu!..."

Kresna tidak menjawab setelah mendengar kata-kata Arjuna, ia mengurungkan niatnya dan naik kembali ke atas keretanya. Kedua pasukan tersebut melanjutkan kembali pertarungannya.

Sebelum hari kematiannya, Pandawa dan Kresna mendatangi kemah Bisma di malam hari untuk mencari tahu kelemahannya. Bisma mengetahui bahwa Pandawa dan Kresna telah masuk ke dalam kemahnya dan ia menyambut mereka dengan ramah. Ketika Yudistira menanyakan apa yang bisa diperbuat untuk menaklukkan Bisma yang sangat mereka hormati, Bisma menjawab:


...ketahuilah pantanganku ini, bahwa aku tidak akan menyerang seseorang yang telah membuang senjata, juga yang terjatuh dari keretanya. Aku juga tidak akan menyerang mereka yang senjatanya terlepas dari tangan, tidak akan menyerang orang yang bendera lambang kebesarannya hancur, orang yang melarikan diri, orang dalam keadaan ketakutan, orang yang takluk dan mengatakan bahwa ia menyerah, dan aku pun tidak akan menyerang seorang wanita, juga seseorang yang namanya seperti wanita, orang yang lemah dan tak mampu menjaga diri, orang yang hanya memiliki seorang anak lelaki, atau pun orang yang sedang mabuk. Dengan itu semua aku enggan bertarung...
Bisma juga mengatakan apabila pihak Pandawa ingin mengalahkannya, mereka harus menempatkan seseorang yang membuat Bisma enggan untuk bertarung di depan kereta Arjuna, karena ia yakin hanya Arjuna dan Kresna yang mampu mengalahkannya dalam peperangan. Dengan bersembunyi di belakang orang yang membuat Bisma enggan berperang, Arjuna harus mampu melumpuhkan Bisma dengan panah-panahnya.

Berpedoman kepada pernyataan tersebut, Kresna menyadarkan Arjuna akan kewajibannya. Meski Arjuna masih segan, namun ia menuntaskan tugas tersebut. Pada hari kesepuluh, Srikandi menyerang Bisma, namun Bisma tidak melawan. Di belakang Srikandi, Arjuna menembakkan panah-panahnya yang dahsyat dan melumpuhkan Bisma.


Panah-panah tersebut menancap dan menembus baju zirahnya, kemudian Bisma terjatuh dari keretanya, tetapi badannya tidak menyentuh tanah karena ditopang oleh puluhan panah yang menancap di tubuhnya. Namun Bisma tidak gugur seketika karena ia boleh menentukan waktu kematiannya sendiri. Bisma menghembuskan napasnya setelah ia menyaksikan kehancuran pasukan Korawa dan setelah ia memberikan wejangan suci kepada Yudistira setelah perang Bharatayuddha selesai.

Sumber : http://wiracaritabali.blogspot.com

Nama-nama dari 100 Korawa

I Dewa Gede Bagus

Mungkin tidak banyak yang tahu siapa saja nama-nama dari 100 Korawa. Karena saking banyaknya, jadi agak susah untuk mengingat semua nama-nama tersebut. Yang paling dikenal pasti hanyalah Duryodana dan Dursasana saja. Karena kedua tokoh ini yang paling menonjol dalam kisah Mahabrata. Sebelum membahas semua nama-nama dari 100 Korawa, berikut adalah kisah singkat dari Korawa yang di ambil dari Wikipedia.com

Korawa atau Kaurawa (Dewanagari: कौरव; IAST: kaurava) adalah istilah dalam bahasa Sanskerta yang berarti "keturunan (raja) Kuru." Dalam budaya pewayangan Jawa, istilah ini merujuk kepada kelompok antagonis dalam wiracarita Mahabharata, sehingga Korawa adalah musuh bebuyutan para Pandawa.

Dalam Mahabharata diceritakan bahwa Gandari, istri Dretarastra, menginginkan putra. Kemudian Gandari memohon kepada Byasa, seorang pertapa sakti, dan beliau mengabulkannya. Gandari menjadi hamil, namun setelah lama ia mengandung, putranya belum juga lahir. Ia menjadi cemburu kepada Kunti yang sudah memberikan Pandu tiga orang putera.

Gandari menjadi frustasi kemudian memukul-mukul kandungannya. Setelah melalui masa persalinan, yang lahir dari rahimnya hanyalah segumpal daging. Byasa kemudian memotong-motong daging tersebut menjadi seratus bagian dan memasukkannya ke dalam guci, yang kemudian ditanam ke dalam tanah selama satu tahun.

Setelah satu tahun, guci tersebut dibuka kembali dan dari dalam setiap guci, munculah bayi laki-laki. Yang pertama muncul adalah Duryodana, diiringi oleh Dursasana, dan saudaranya yang lain.

Seluruh putra-putra Dretarastra tumbuh menjadi pria yang gagah-gagah. Mereka memiliki saudara bernama Pandawa, yaitu kelima putra Pandu, saudara tiri ayah mereka. Meskipun mereka bersaudara, Duryodana yang merupakan saudara tertua para Korawa, selalu merasa cemburu terhadap Pandawa, terutama Yudistira yang hendak dicalonkan menjadi raja di Hastinapura. Perselisihan pun timbul dan memuncak pada sebuah pertempuran akbar di Kurukshetra.

Setelah pertarungan sengit berlangsung selama delapan belas hari, seratus putera Dretarastra gugur, termasuk cucu-cucunya, kecuali Yuyutsu, putra Dretarastra yang lahir dari seorang dayang-dayang. Yang terakhir gugur dalam pertempuran tersebut adalah Duryodana, saudara tertua para Korawa.
Sebelumnya, adiknya yang bernama Dursasana yang gugur di tangan Bima.

Yuyutsu adalah satu-satunya putra Dretarastra yang selamat dari pertarungan ganas di Kurukshetra karena memihak para Pandawa dan ia melanjutkan garis keturunan ayahnya, serta membuatkan upacara bagi para leluhurnya.


  1. Duryodana
  2. Dursasana
  3. Dursaha
  4. Dursala
  5. Jalaganda
  6. Sama
  7. Saha
  8. Winda
  9. Anuwinda
  10. Durdarsa
  11. Subahu
  12. Duspradarsa
  13. Durmarsana
  14. Durmuka
  15. Duskarna
  16. Karna
  17. Wikarna
  18. Sala
  19. Satwa
  20. Sulocana
  21. Citra
  22. Upacitra
  23. Citraksa
  24. Carucitra
  25. Sarasana
  26. Durmada
  27. Durwigaha
  28. Wiwitsu
  29. Wikatinanda
  30. Urnanaba
  31. Sunaba
  32. Nanda
  33. Upananda
  34. Citrabana
  35. Citrawarma
  36. Suwarma
  37. Durwimoca
  38. Ayobahu
  39. Mahabahu
  40. Citrangga
  41. Citrakundala
  42. Bimawiga
  43. Bimabela
  44. Walaki
  45. Belawardana
  46. Ugrayuda
  47. Susena
  48. Kundadara
  49. Mahodara
  50. Citrayuda
  51. Nisanggi
  52. Pasa
  53. Wrendaraka
  54. Dredawarma
  55. Dredaksatra
  56. Somakirti
  57. Antudara
  58. Dredasanda
  59. Jarasanda
  60. Satyasanda
  61. Sadasuwaka
  62. Ugrasrawa
  63. Ugrasena
  64. Senani
  65. Dusparaja
  66. Aparajita
  67. Kundase
  68. Wisalaksa
  69. Duradara
  70. Dredahasta
  71. Suhasta
  72. Watawiga
  73. Suwarca
  74. Adityaketu
  75. Bahwasa
  76. Nagadata
  77. Ugrasai
  78. Kawaci
  79. Kradana
  80. Kundi
  81. Bimawikra
  82. Danurdara
  83. Wirabahu
  84. Alolupa
  85. Abaya
  86. Dredakarma
  87. Dredaratasraya
  88. Anadrusya
  89. Kundabedi
  90. Wirawi
  91. Citrakundala
  92. Pramada
  93. Amapramadi
  94. Dirgaroma
  95. Suwirya
  96. Dirgabahu
  97. Sujata
  98. Kencanadwaja
  99. Kundasi
  100. Wirajasa
  101. Yuyutsu
  102. Dursala
Para Korawa (putra Dretarastra) yang utama berjumlah seratus, namun mereka masih mempunyai saudara dan saudari pula. Yaitu Yuyutsu, anak Dretarastra tetapi lain ibu, ibunya seorang wanita waisya. Kemudian dari Dewi Gandari, lahir seorang putri bernama Dursala.

sumber : http://wiracaritabali.blogspot.com/2014/09/nama-nama-dari-100-korawa.html